TEKNOLOGIA NEWS – Google dan Facebook memiliki algoritma masing-masing dalam hal konten yang terpublish oleh penggunanya.
Keduanya seperti berlawanan namun sama-sama bersaing menurut beberapa orang di Internet.
Ketika Google memiliki fitur untuk mempercepat halam seluler atau dalam bahasa inggrisnya Accelerated Mobile Pages (AMP), begitu juga Facebook.
Facebook diketahui menciptakan fitur serupa dengan google yang diberinama IA suatu kependekan dari Instant Articles.
Dalam hal ini google mengatakan, jika para pemilik website mengaktifkan AMP, maka akan 4x lebih cepat. Sedang Facebook mengatakan bahwa akan 10x lebih cepat.
Google punya Youtube dan Adsense, serta AMP begitu juga Facebook yang punya Creator Studio dan IA yang juga bisa di Monetize.
Namun ada hal yang perlu diperhatikan jika memiliki halaman (website) yang berisi iklan. Pasalnya jika tidak memperhatikan maka akan diberhentikan fitur monetize nya.
Sesuai fakta yang kami alami, bahwa Google adsense jika mempublish konten meskipun itu hiburan dari kejadian nyata. Seperti kasus pemerkosaan dan atau kasus asusila, akan dianggap melanggar dan diberikan pemberitahuan.
Selain itu konten yang dianggap sadis, seperti penganiayaan, pemukulan, bunuh diri, kecelakaan. Konten jenis ini rentan sekali diberi peringatan google.
Begitu juga Facebook, dalam hal konten yang di publish, jika suatu halaman telah disetujui IA dan di Monetize, rentan sekali blockir.
Menurut kami google justru lebih bersahabat, karena jarang sekali pemblockiran dan tidak ada kasus tak punya dana sehingga Monetize diberhentikan.
Sedangkan Facebook saat masa pandemi, para publisher yang fanpagenya di monetize dinonkatifkan sementara, seperti saat adanya Covid-19.
Facebook jika di monetize lebih rentan, tidak pasang kode iklan atau tidak ada iklan pada konten pun bisa di blockir. Padahal hal itu bisa jadi kesalahan plugins pada wordpress, atau masalah lainnya.
Kemudian konten yang biasa saja, dianggap Facebook melanggar kebijakan jika pada judul konten atau isi ada hal yang bersifat konten dewasa.
Padahal jika dibaca secara seksama menurut kami sangat wajar dan biasa saja. Seperti halnya ketika kami publish tentang Syaikh Puji menikahi bocah 7 tahun. Padahal artikelnya standar, dan tidak ada unsur kekerasan atau unsur seksual.
Facebook lebih rentan blockir daripada google, Bahkan konten yang diparafrase ulang bisa di blockir, padahal dicantumkan halaman yang dikutip.
Sedangkan banyak sekali Fanpage Facebook yang konten para penggunanya adalah hasil Copy Paste, tanpa Value atau Link. Namun justru jangkauannya cukup baik.
Bahkan banyak media online yang kontennya sama persis dengan halaman Pemerintah, seperti Pemda dan juga kepolisian. Tak hanya itu Bahkan merewrite dari bahasa inggris tanpa Link Juice atau External Backlink. Namun tidak dianggap pelanggaran.
Algoritma Facebook memang aneh, padahal facebook berusaha membangun Jurnalisme Positif dan melawan Hoax, namun berdasarkan analisis, konten hoax justru banyak bertebaran di Facebook Bahkan tidak di blockir.
Namun Facebook sebagai Platform media sosial, apalagi yang memiliki website, kami tidak menyangkal bahwa Facebook juga dapat menjadi sumber trafik.
Dari kesimpulan di atas dan karena seringnya diblokir, kita sebagai pengguna hanya bisa melihat dari perspektif dari pengalaman kami, bahwa media sosial dimiliki oleh sebuah perusahaan dan berhak melakukan tindakan apa saja kepada para penggunanya.
Sedang kita sebagai pengguna, dan memiliki website yang mengandalkan Mesin Pencari seperti Google dan Media Sosial Facebook, maka alangkah baiknya share konten yang tidak mengandung unsur pelecehan, kecelakaan, bunuh diri, sara. Baik konten maupun gambarnya. Jangan salah, gambar meskipun tidak menggunakan gambar seksual melainkan meme, juga bisa terkena peringatan. Terakhir, jika konten copy paste jangan lupa cantumkan sumbernya.